JEMBER, Satunurani.com – Rabu, (22/10/2025). Inspektorat Kabupaten Jember memeriksa seorang kepala desa di Kecamatan Balung atas dugaan pelanggaran etik dan maladministrasi dalam penanganan kasus pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi. Pemeriksaan berlangsung di Kantor Inspektorat pada Rabu (22/10/2025) setelah muncul laporan melalui kanal pengaduan publik Wadul Guse.
Inspektur Kabupaten Jember, Ratno Cahyadi Sembodo, membenarkan pemeriksaan tersebut. Ia mengatakan, kepala desa dilaporkan karena diduga menghalangi pelaporan korban ke aparat penegak hukum dan melindungi pelaku yang ternyata masih memiliki hubungan keluarga dengannya.
“Yang bersangkutan kami periksa karena tidak menjalankan fungsi pelayanan publik sebagaimana mestinya. Pemeriksaan ini juga merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat dan atensi langsung dari Bupati Jember,” kata Ratno kepada wartawan.
Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa korban mendatangi rumah pribadi kepala desa pada dini hari, Selasa (14/10/2025), tak lama setelah menjadi korban pemerkosaan. Korban berada di rumah tersebut hampir sepanjang hari. Dalam kesempatan itu, kepala desa menawarkan dua opsi kepada korban: menyelesaikan kasus secara kekeluargaan atau melapor ke kepolisian.
Korban menolak penyelesaian damai dan memilih jalur hukum. Namun, dalam pertemuan lanjutan pada malam harinya, yang turut dihadiri keluarga korban dan perangkat desa, kepala desa kembali mengulang tawaran serupa. Setelah perdebatan panjang, korban dan keluarganya tetap bersikeras membawa perkara ini ke jalur hukum.
Keesokan harinya, Rabu (15/10/2025), korban melapor ke Polsek Balung tanpa pendampingan resmi dari pemerintah desa. Kepala desa mengaku tidak bisa mendampingi dan hanya memerintahkan kepala dusun untuk mengawal korban—namun perintah itu tak pernah dijalankan.
Menurut Ratno, tindakan tersebut melanggar prinsip dasar pelayanan publik, yaitu perlindungan warga dan netralitas pejabat.
“Kepala desa tidak boleh menawarkan kompromi terhadap tindak pidana, apalagi ketika korban membutuhkan perlindungan. Itu bentuk kelalaian serius,” ujarnya.
Inspektorat juga menemukan fakta bahwa kepala desa tidak melaporkan kejadian itu kepada camat, sehingga pengawasan dari tingkat kecamatan baru berjalan setelah kasus ini mencuat dan viral di media sosial.
Ratno menegaskan pihaknya telah menyiapkan rekomendasi sanksi administratif yang segera disampaikan kepada Bupati Jember.
“Setiap pejabat publik harus berpihak kepada korban, bukan kepada pelaku. Netralitas yang salah tempat justru mencederai rasa keadilan,” tandasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik setelah LBH IKA PMII Jember, Kopri PMII Jember, dan Fatayat NU Jember menyuarakan protes terhadap lambannya penanganan kasus oleh aparat penegak hukum. Mereka menilai, sikap pasif pejabat desa dan aparat justru memperburuk kondisi korban yang seharusnya segera mendapatkan perlindungan dan keadilan. (Saiful Rahman)